Sabtu, 03 November 2012

CONTOH HACCP



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang merupakan salah satu penunjang yang menyelenggarakan makanan bagi pasien rawat inap. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit ini dilaksanakan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasien. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan penampilan, rasa, tekstur, aroma dan sanitasi dari makanan tersebut. Salah satu cara pengawasan mutu makanan yaitu dengan menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), sehingga makanan yang disajikan terjaga keamanannya untuk dikonsumsi.
HACCP adalah suatu evaluasi sistematis terhadap prosedur pengolahan atau penyiapan makanan yang spesifik untuk mengidentifikasi hazard yang berkaitan dengan ingredient atau dengan prosedur pengolahan itu sendiri, dan untuk mengetahui cara mengendalikan hazard tersebut.1 Tujuan HACCP adalah untuk menjamin bahwa produk makanan memang aman untuk di konsumsi. Penerapan HACCP tersebut meliputi semua kegiatan yang dimulai dari penanganan bahan mentah, pemilihan bahan mentah, persiapan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian makanan matang.
Salah satu hidangan lauk nabati yang disediakan oleh bagian Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi Semarang sebagai menu lunak bagi pasien adalah Hase So’on Daging Giling (diberikan untuk menu makan siang kelas II dan III). Pada lauk nabati ini perlu dilakukan tindakan HACCP mengingat bahan bakunya berupa so’on dan daging sapi yang rentan terhadap bahaya biologi, fisik, dan kimia. Selain bahaya yang berasal dari bahan baku, bahaya juga dapat timbul pada saat penerimaan maupun persiapan bahan baku. Bahaya tersebut timbul bila kualitas bahan tidak sesuai standar, ada kontaminasi dengan bahan makanan yang lain dan kebersihan alat pada waktu digunakan. Oleh karena untuk menerapkan HACCP kami mencoba melakukan pengamatan penelitian tentang penerapan HACCP pada hidangan Hase So’on Daging Giling ini.

B.    Perumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan HACCP untuk masakan Hase So’on Daging Giling yang diolah di Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi Semarang ?

C.    Tujuan Umum
Melakukan penilaian penerapan HACCP untuk masakan Hase So’on Daging Giling di Instalasi Gizi RS Dr. Kariadi  Semarang.

D.    Tujuan Khusus
1.     Mendeskripsikan produk pangan Hase So’on Daging Giling.
2.     Mendeskripsikan CCP yang terdapat dalam bahan baku dan proses pengolahan pada Hase So’on Daging Giling.
3.     Mendeskripsikan batas kritis pada Hase So’on Daging Giling.
4.     Mendeskripsikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada bahan baku dan proses pengolahan Hase So’on Daging Giling.
5.     Menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan CCP.

E.    Manfaat Penelitian
1.     Bagi Instalasi Gizi RS Dr. Kariadi Semarang
   Bahan evaluasi terhadap hasil olahan yang disajikan dan dapat mengatasi atau mengurangi penyimpangan - penyimpangan  kualitas dan keamanan makanan yang ada.
2.     Bagi Mahasiswa
   Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam penerapan HACCP pada produk pangan Hase So’on Daging Giling.
3.     Bagi Konsumsi / Pasien
Mendapat jaminan mutu keamanan pangan dari produk Hase So’on Daging Giling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hase so’on daging giling adalah salah satu hasil lauk nabati yang disajikan oleh Instalasi Gizi di RSUP. Dr. Kariadi Semarang, yang diolah dari bahan dasar so’on dan daging sapi.
1. Bahan
a.      So’on
            So’on merupakan bahan makanan yang bentuknya menyerupai mi berwarna bening yang terbuat dari tepung beras dan teksturnya keras sehingga perlu dilunakan dengan cara direndam dalam air dingin. Bahaya yang mungkin terjadi pada so’on sebagai bahan dasar hase so’on antara lain adalah munculnya jamur pada penyimpanan yang terlalu lama dan pada proses pembuatan di produsen. Selain itu bahaya fisik yang mungkin terjadi adalah adanya kotoran (sisa streples dan kertas merk). Cara pencegahan dari bahaya yang mungkin terjadi adalah penyimpanan pada gudang makanan kering dengan suhu 10 - 21o C.2 memberikan spesifikasi dan penyimpanan dengan sistem FIFO (First In First Out).
b.     Daging Sapi
Daging didefinisikan sebagai urat atau otot yang melekat pada kerangka kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga. Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat.3
            Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot. Banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam daging akan menentukan tingkat kealotan / kekerasan daging.
            Praktek hiegienis merupakan faktor terpenting dalam menangani produk daging. Daging memiliki komposisi air, protein, lemak, dan mineral  yang merupakan sumber makanan bagi bakteri. Beberapa bakteri yang senantiasa menyertai dan dapat mengkontaminasi daging, serta dapat  menyebabkan penyakit atau keracunan jika melampaui batas / jumlah aman, antara lain Escherchia coli, Salmonella sp, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum, dan Staphylococcus aureus.4
1.     Escherchia coli
      Escherchia coli adalah bakteri yang terdapat pada bagian usus, dapat mengkontaminasi daging saat hewan dipotong.
Cara pencegahannya adalah dengan tidak membeli daging yang tidak hiegienis serta memasak daging sampai matang.
2.     Salmonella sp.
Bakteri Salmonella biasanya terdapat pada produk unggas/karkas ayam / telur, terutama yang diletakkan atau disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam. Gejala penyakit karena terinfeksi Salmonella adalah muntah, diare, demam, dan sakit perut.
Cara pencegahannya adalah tidak menyimpan produk daging bersama-sama dengan produk ayam tanpa dikemas, tidak menggunakan peralatan (pisau, talenan) yang sama untuk proses ayam dan daging, tidak membeli roduk daging dari pedagang yang tidak mempraktekkan proses yang hiegienis, memanaskan makanan pada suhu 620C selama 30 menit atau 720C selama 15 menit dapat memusnahkan 1200 spesies Salmonella dalam makanan. 4,5
3.     Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes merupakan bakteri penyebab penyakit melalui peralatan yang kotor dan pada bahan makanan seperti susu, olahan susu, unggas, produk unggas, sayur-sayuran, salad, dan seafood. Berbeda dengan bakteri penyebab penyakit lainnya, Listeria monocytogenes mampu berkembang biak pada suhu dingin di kulkas yaitu 4,4 – 6,10C dan mempunyai ketahanan 4 (empat) kali lebih kuat terhadap panas daripada Salmonella.
Cara pencegahannya adalah dengan memasak produk daging sampai matang, menerapkan hidup hiegienis.
4.     Clostridium botulinum
Toksin yang dihasilkan C. botulinum akan menyerang sistem saraf manusia dan gejala ini akan terlihat setelah 12 – 48 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi C. botulinum. Bakteri ini terdapat pada makanan kaleng dan daging yang dikemas vakum.
Cara pencegahannya dengan memasak pada suhu 800C selama 10 menit akan  dan menginaktifkan toksin, sedangkan memasak pada suhu yang lebih tinggi dan lebih lama akan menghancurkan spora.
5.     Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus akan menghasilkan toksin yang tahan panas dan mengkontaminasi makanan yang kaya protein. Toksin S. aureus biasanya diproduksi saat daging yang sudah matang diletakkan pada suhu kamar selama lebih dari 2 jam. Toksin yang terbentuk tidak dapat dihancurkan dengan memanaskan kembali daging yang sudah matang tersebut. Gejala keracunan seperti muntah dan sakit perut akan muncul 2 – 6 jam setelah mengkonsumsi daging yang terkontaminasi.
Cara pencegahannya adalah dengan praktek hiegienis dan memasak produk daging sampai matang. 5
c.      Minyak
            Minyak goreng adalah lemak yang digunakan sebagai media penggoreng. Minyak goreng yang umum dipakai adalah minyak goreng nabati berbentuk cair pada suhu kamar. Hal yang perlu diperhatikan untuk memilih minyak goreng adalah faktor citarasa, stabilitas atau ketahanan terhadap panas, nilai gizi, aspek kesehatan, harga, dan khususnya untuk industri besar adalah faktor jaminan ketersediaan. Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng akibat otooksidasi radikal asam lemak tak jenuh dalam minyak yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak (tengik), hal ini dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan misalnya timbulnya kanker akibat radikal bebas. Proses ketengikan tersebut dapat dihambat dengan antioksidan, dan dengan penyimpanan lemak yang baik, yaitu dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin, wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel, harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga.6
d.     Kecap
Kecap merupakan bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun adapula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari pembuatan tahu. Bahaya yang mungkin terdapat pada kecap adalah pada proses pembuatannya di pabrik, kontaminasi lalat, kecoa, semut, dan hama serangga lain yang dapat memindahkan organisme dari sumber yang tercemar patogen ke dalam makanan. Selain itu juga dapat disebabkan dari bahan yang digunakan dalam pembuatannya, yakni kedelai yang mungkin terkontaminasi pestisida, misalnya DDT.1 Selain itu, adanya bahan – bahan tambahan dalam pembuatan kecap juga berpotensi menimbulkan bahaya, seperti pengawet, zat pewarna, dan pemanis. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan spesifikasi dan penyimpanan dengan sistem FIFO (First In First Out).
e.      Garam
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuk kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl). Garam dapat digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Bahaya yang mungkin terdapat pada garam adalah Salmonella (yang hidup pada kandungan garam 6%), Listeria monocytogenes (yang hidup pada kandungan garam 10%), Staphylococcus aureus (yang hidup pada kandungan garam 20%).1 Bahaya tersebut dapat dicegah dengan penyimpanan yang sesuai, di gudang penyimpanan bahan makanan kering dengan suhu 10 - 21o C.2
2. Proses
a.      Penerimaan
Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan  awal untuk memeriksa, menimbang, dan mencatat mengenai jumlah dan macam bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan pembelian. Selanjutnya adalah membersihkan bahan makanan lalu disimpan di gudang ( gudang basah maupun kering). Untuk membersihkan bahan makanan berupa daging diperlukan air hangat untuk mencucinya sehingga hygienis. Alat yang diperlukan di area penerimaan bahan makanan adalah : trolley barang, timbangan, meja kerja dan sink untuk mencuci bahan makanan.2
Pada proses penerimaan bahaya yang mungkin
b.     Persiapan
Persiapan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi membersihkan, memotong, mengupas, menggiling, mengocok, merendam bahan makanan untuk diproses diarea masak sesuai dengan menu yang telah ditentukan.2 Dalam hal ini, proses persiapan untuk pembuatan hase so’on daging giling adalah merendam so’on dengan air dingin, menyiapkan bumbu, dan menggiling daging dengan meat mincer. Bahaya yang mungkin terjadi perendaman so’on dengan air dingin tidak dapat mematikan bakteri atau jamur yang mungkin muncul saat penyimpanan, kebersihan daging giling karena kurang terjaganya kebersihan alat penggiling serta kontaminasi saat penggilingan dan persiapan bumbu. Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan kembali hygienitas dan sanitasi yang baik dalam proses persiapan.

c.      Pemorsian

d.     Pendistribusian
Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani. Diupayakan makanan dapat disajikan tepat pada saat jam makan pasien dan makanan masih dalam kondisi hangat serta perlu penghangat makanan sehingga tidak merubah rasa dari makanan dan menjaga agar suhu makanan tidak berada pada suhu yang termasuk danger zone (10-600C). Untuk menjaga makanan tetap hygienis maka wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus tertutup. 1,2
e.      Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan dapat bertindak sebagai sumber kontaminasi, jika tidak dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar. Pencucian memiliki dua tujuan, yaitu membuang sisa makanan dari peralatan yang dapat menyokong pertumbuhan organisme dan melepaskan mikroorganisme, dan melepaskan mikroorganisme yang hidup. Biasanya kedua tujuan tersebut dapat dicapai melalui pencucian dengan air yang sangat panas (sekitar 800 C) atau pencucian dengan air dan detergen diikuti dengan sanitizer seperti senyawa hipoklorit, iodophors, atau quaternary ammonium untuk memusnahkan mikroorganisme yang melekat.1
f.      Penjamah makanan
Penanganan makanan dapat memasukan dan menyebarkan mikroorganisme patogen. Penjamah makanan dapat membawa patogen tanpa mengalami efek sakit yang serius pada diri mereka. Staphylococcus sp. umumnya berhubungan dengan kulit, hidung, tenggorokan dan lesi kulit yang terinfeksi.1 Cara pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan hands glove atau sarung tangan plastik untuk menghindari kontaminasi dari bakteri.

BAB III
METODE KAJIAN

A.    Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi Semarang.

B.    Waktu
Penelitian ini dilakukan tanggal 18 Oktober 2008 pada jam makan siang.

C.    Jenis Data
  1. Data primer
Data primer merupakan hasil pengamatan langsung terhadap Hase So’on Daging Giling dari penerimaan bahan-bahan sampai saat distribusi
  1. Data sekunder
Data sekunder merupakan data spesifikasi bahan-bahan yang digunakan, standar porsi dan standar resep untuk Hase So’on Daging Giling  di Instalasi Gizi RSDK Semarang.

D.    Cara pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah :
1.     Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung.
2.     Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara melihat daftar bumbu dan daftar spesifikasi bahan makanan.







BAB IV
HASIL PENERAPAN HACCP

A.    Analisis Masalah
Keamanan makanan yang disajikan untuk pasien di Rumah Sakit merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian khusus. Hal ini berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan makanan rumah sakit yang diantaranya adalah dapat menyediakan makanan dengan kualitas baik sehingga mampu mempercepat proses penyembuhan pasien. Hase So’on Daging Giling merupakan salah satu masakan yang disediakan oleh Instalasi Gizi RSUP. Dr Kariadi untuk pasien. Bahan yang digunakan serta proses pengolahan masakan tersebut rentan terkontaminasi mikroba dan bahaya lain yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh.
1.     Faktor Pendukung
Faktor yang dapat mendukung diterapkannya HACCP di Instalasi Gizi RSDK Semarang, yaitu :
a.      Tata ruang Instalasi gizi RSUP Dr. Kariadi yang telah diatur menurut unit kerja mulai dari tempat penerimaan, persiapan, pemasakan, dan pendistribusian yang sudah dipisah menurut unit kerja masng – masing. 
b.     Peralatan masak sudah lengkap sehingga memperlancar proses penyelenggaraan makanan
c.      Adanya spesifikasi bahan makanan pada bagian penerimaan yang dapat mencegah terjadinya kerusakan pada bahan makanan sebelum di masak
d.     Tata letak ruang produksi termasuk peralatan masak dan kompor serta meja persiapan sudah ditata dengan rapi sesuai dengan alur kerja
e.      Adanya food list sebagai dasar dalam pemesanan bahan makanan yang dibutuhkan disesuaikan dengan standar porsi sampai dengan penyajian ke pasien
f.      Jumlah tenaga pengolahan (pemasak) makanan lunak yang cukup
g.     Sudah dilakukan pengecekan sanitasi secara periodik pada bahan makanan yang disajikan.
2.     Faktor Penghambat
Faktor yang dapat menghambat penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSDK Semarang yaitu
a.      Sanitasi ruangan kurang baik, terlihat masih adanya ada lalat disekitar makanan
b.     Hygiene pada bahan makanan, alat-alat masak yang digunakan serta tenaga pengolah.
c.      Keadaan bangunan dapur kurang baik dimana terdapat keramik lantai banyak yang sudah rusak bahkan ada yang berlubang, hal ini dapat menyebabkan kereta makanan oleng sehingga makanan terjatuh.

B.    Penetapan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
  1. Pembentukan tim HACCP
  2. Deskripsi produk pangan
      Hase So’on Daging Giling merupakan lauk nabati yang terbuat dari so’on sebagai bahan utama dengan campuran daging giling  dan menggunakan bumbu yang dihaluskan seperti : merica, bawang merah, bawang putih, tomat, sedangkan bumbu yang tidak dihaluskan yaitu : kecap dan garam. Konsumen dari hidangan ini adalah pasien RSUP. Dr. Kariadi Semarang yang mendapat menu makanan lunak.
  1. Identifikasi penggunaan produk
Hase So’on Daging Giling merupakan hidangan yang disajikan untuk pasien di RS Dr. Kariadi Semarang sebagai salah satu lauk nabati untuk menu makanan lunak. Hase So’on Daging Giling diberikan sebagai makanan lunak pada siklus menu ke-8 (menu makan siang untuk kelas II, III).
  1. Penyusunan bagan alir proses produksi








 







                                              












Bumbu:
merica, bawang putih dan  bawang merah, kecap, garam, tomat, gula, penyedap rasa, ditumis ± 10 menit
 

 





Direndam pada air dingin mentah
 
                                                                                     









 










So’on dicampur pada tumisan daging dan dimasak hingga matang
+ 10 menit
 

  1. Tahapan HACCP
a.     Identifikasi bahaya dan analisis risiko bahaya setiap tahap proses pembuatan
      Analisis risiko bahan produk Hase So’on Daging Giling dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
                                            Analisis Risiko Bahaya            
Bahan
Kelompok Bahaya
Kategori Risiko
A
B
C
D
E
F
So’on
+
+
0
+
+
0
VI
Daging giling
+
+
0
+
+
0
VI
Kecap
+
+
0
+
+
0
VI
Minyak
+
+
0
+
+
0
VI
Bawang putih
+
+
0
+
+
0
VI
Bawang merah
+
+
0
+
+
0
VI
Tomat
+
+
0
+
+
0
VI
Merica bubuk
+
+
0
+
0
0
VI
Garam
+
+
0
+
+
0
VI
Gula
+
+
0
+
+
0
VI
Produk: Hase So’on Daging Giling
+
+
0
+
+
0
VI

Keterangan :
A         : Produk untuk konsumen berisiko tinggi
B         : Mengandung bahan yang sensitif B K F
C         : Tidak ada tahap pencegahan / menghilangkan bahaya fisik  atau kimia
D         : Produk kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah 
  pengolahan
E          : Kemungkinan terjadi kontaminasi kembali atau penanganan yang salah
F          : Tidak ada proses untuk memusnahkan bahaya biologis
Identifikasi bahaya dan cara pencegahan pada bahan dapat dilihat pada tabel berikut: 
Tabel 2. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada Bahan Makanan
Bahan Makanan
Bahaya*)
Jenis Bahaya
Cara Pencegahan
So’on
F
Kotoran (sisa streples), Kertas Merk
Spesifikasi, penyimpan dengan sistem FIFO (First In First Out).
Daging giling
B
F
Salmonella, Clostridium
Kotoran
Spesifikasi, penyimpanan pada suhu 0,7 °C
Pengolahan langsung
Pemanasan sempurna > 100°C
Mengamati secara fisik, warna, aroma, tekstur
Kecap
B
Zygosaccharomyces
Spesifikasi, penyimpanan dengan sistem FIFO (First In First Out)
Minyak
K
Penjendalan, Ketengikan
Spesifikasi,  penyimpanan minyak pada tempat yang tertutup, penggunaan maksimal minyak goeng hanya 2 kali
Garam
B


F
Bakteri halofilik
Halobacterium
Halococcus
Kotoran, kerikil            
Spesifikasi, penyimpanan tidak terlalu lama dan di tempat kering
Bawang putih
B


F
K
Aspergillus Niger
Bacillus Cereus
jamur/kapang,
Kotoran, busuk
Residu pesticida
Sortasi, pencucian dengan benar
Amati keadaan fisik dan sesuai spesifikasi

Bawang merah

B


F
K

Aspergillus Niger
Bacillus Cereus
jamur/kapang,
Kotoran, busuk
Residu pestisida

Sortasi, pencucian dengan benar
Amati keadaan fisik dan sesuai spesifikasi
Tomat
B
F
K
Ulat, C. Botulinum
Kotoran, busuk
Residu pestisida
Sortasi, pencucian dengan benar, pengamatan keadaan fisik sesuai spesifikasi
Merica bubuk
B
F
B. Cereus, jamur/kapang
 Kotoran, debu
Spesifikasi, penyimpanan tidak terlalu lama dan di tempat kering

Tabel 3. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada Proses Produksi
Proses Produksi
Bahaya*)
Jenis Bahaya
Cara Pencegahan
Penerimaan
F
Busuk
Spesifikasi
Persiapan
B

F
Stafilococcus, Sterptococcus, Bacilus aureu,  Salmonella, Pseudomonas
Kotoran,  Logam berat
Pencucian dengan air yang bersih dan mengalir
Pencucian alat sebelum dan sesudah digunakan
Pemasakan
B

F
Clostridium Perfingens, S.aureus, Salmonella, Pseudomonas
Kotoran
Menggunakan celemek, topi, kontrol suhu, teknik pengolahan
Pemorsian
B
F

E. coli, Salmonella

Kotoran, debu
Kebersihan alat dan pekerja
Pendistribusian
F
Kotoran
Ditaruh di baskom yang bersih dan tertutup

 



Tabel 4. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada Lingkungan


Lingkungan
Bahaya*)
Jenis Bahaya
Cara Pencegahan
Peralatan
B
F
K
Jamur
Kotoran
Perkaratan
Pencucian secara benar sebelum dan sesudah digunakan, penyimpanan alat secara benar
Penjamah
B
F
Stafilococcus,Streptococcus
Kotoran tangan, rambut, mulut
Pemakaian celemek, tutup kepala, hand scoon dan cuci tangan sebelum menjamah makanan
*) Keterangan : B =Biologi, F =Fisik, K = Kimia

b.     Penetapan CCP
Pertanyaan penetapan CCP untuk bahan baku :
P1 :Apakah bahan mentah yang mengandung bahaya sampai pada tingkat yang berbahaya ?

                                   Ya              Tidak            Bukan CCP
                                               
P2 : Apakah pengolahan atau penanganan selanjutnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang aman?
                        Tidak               Ya           Bukan CCP

                        CCP    
Pertanyaan penetapan CCP untuk formulasi :
P3 : Apakah formulasi atau komposisi bahan setengah jadi atau produk akhir sangat esensial untuk mencegah hazard meningkat menjadi tidak diterima ?
                                                 Ya                 Tidak
   
                                               CCP            Bukan CCP
Pertanyaan penetapan CCP untuk proses :
P4 : Apakah pada proses penerimaan kontaminasi dapat muncul ? Apakah bahaya yang mungkin ada dapat bertambah ?

                                                  Ya                 Tidak

                                                  P5                    P6
P5 : Apakah pengolahan selanjutnya (termasuk cara pengunaan oleh konsumen),dapat menghilangkan bahaya ?

                    Bukan CCP           Ya                  Tidak

                                                                        CCP
P6 : Apakah tahap pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan bahaya sampai tingkat yang aman ?

                                                  Ya                 Tidak            Bukan CCP

                                                CCP











      Penetapan CCP dengan menggunakan diagram pohon dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 5. Penetapan CCP
No
Bahan Makanan
dan Proses
Pertanyaan Diagram Pon
CCP
P1
P2
P3
P4
P5
P6
1.
So’on
Y
Y




≠CCP
2.
Daging
Y
Y




≠CCP
3.
Kecap
Y
Y




≠CCP
4.
Minyak
Y
Y




≠CCP
5.
Bawang Merah
Y
Y




≠CCP
6.
Bawang Putih
Y
Y




≠CCP
7.
Tomat
Y
Y




≠CCP
8.
Merica bubuk
Y
Y




≠CCP
9.
Garam
Y
Y




≠CCP
10.
Penyedap rasa
Y
Y




≠CCP
11.
Produk Hase So’on Daging Giling


Y



CCP
12.
Penerimaan



Y
T

CCP
13.
Persiapan



Y
T

CCP
14.
Pemasakan



Y
T

CCP
15.
Pemorsian



Y
T

CCP
16.
Pendistribusian



Y
T

CCP
Keterangan : CCP  = titik pengendalian kritis, ≠CCP = bukan titik pengendalian kritis,
Y = Ya, T =Tidak.






BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2008 pada saat makan siang, terlihat bahwa proses pembuatan Hase So’on Daging Giling masih kurang mendapatkan pengawasan mutu secara tepat.
1.     Penerimaan
Penerimaan so’on dilakukan secara periodik kemudian disimpan di gudang bahan makanan kering. So’on yang diterima yaitu so’on yang sesuai dengan spesifikasi yaitu so’on dengan merk “Anak Bintang” kemasan 200 gram.
Penerimaan daging sapi dilakukan setiap hari. Daging yang diterima diletakkan pada ember besar yang tidak ditutup sehingga saat menunggu penimbangan, dan pemindahan ke tempat lauk, daging dihinggapi beberapa lalat. Kemudian daging dibawa ke tempat lauk dan dimasukkan ke freezer sebagai persediaan untuk masakan menu berikutnya (menu untuk esok harinya).
2.     Persiapan
Daging yang digunakan untuk Hase So’on adalah daging yang diterima kemarin yaitu daging yang telah disimpan pada freezer dengan suhu 0,7oC. Ketika akan diolah, daging di-thawing / dicairkan dengan air (suhu 11,5oC). Proses ini masih memungkinkan adanya mikroorganisme yang tumbuh pada daging karena suhu thawing yang tidak sesuai dengan standar yaitu 0oC – 7oC. Cara thawingnya adalah daging diletakkan pada baskom kemudian direndam dengan air bersih. Setelah tidak beku, daging digiling di tempat penggilingan kemudian dibawa ke tempat lauk. Petugas penggiling terlihat tidak menggunakan sarung tangan ketika menggiling daging. Hal ini memungkinkan daging mudah terkontaminasi. Selain itu, alat penggilingnya pun sebaiknya dicuci sampai bersih untuk setiap kali cuci untuk mencegah perpindahan mikroba dari penggilingan daging sebelumnya.
Bumbu yang digunakan untuk penumisan antara lain bawang merah, bawang putih, tomat, penyedap rasa, gula, garam dan merica bubuk. Bawang merah dan bawang putih diambil dari cooling cell untuk selanjutnya dipotong kecil-kecil dan diblender. Peralatan yang digunakan untuk memotong ataupun menggiling digunakan berkali-kali. Untuk gula, garam, merica bubuk, dan penyedap rasa diambil dari gudang kering. Sedangkan tomat diambil dari tempat penerimaan langsung karena tomat diterima setiap hari.
So’on diambil dari gudang, kemudian diletakkan di baskom besar dan direndam. Setelah so’on ditiriskan, soon dicampur dengan kecap dan pengolah langsung dilakukan dengan cara diaduk dengan tangan tanpa sarung tangan plastik. Setelah itu, so’on dibiarkan terbuka sambil menunggu campuran tumisan bumbu dan daging giling matang.
3.     Pengolahan
Proses pemasakan dimulai dengan penumisan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, merica, tomat, dan garam. Kemudian daging giling yang sudah di ungkep dimasukkan ke dalam tumisan bumbu. Setelah itu, so’on yang telah direndam pada air dingin mentah dan ditiriskan dicampur dengan kecap dimasukkan ke dalam campuran daging+tumisan bumbu tersebut dan dimasak hingga matang. Pengolah menggunakan alat yang juga digunakan untuk mengaduk masakan lain.
4.     Distribusi dan Penyajian
Setelah proses pengolahan selesai, Hase So’on Daging Giling ditempatkan dalam baskom besar sampai waktu penyajian makan siang, waktu penungguan +2 jam, hal tersebut memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi pada Hase So’on Daging Giling. Penyajian untuk kelas III menggunakan plato segi empat yang tidak tertutup. Penyajian tersebut menjadikan kelas III lebih beresiko tinggi untuk terkontaminasi dari pada kelas utama dan kelas II.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Pada proses pembuatan Hase So’on Daging Giling di Instalasi Gizi RSUP Dr. Kariadi terdapat beberapa bahaya yang mungkin terjadi di beberapa tahapan proses produksinya. Dari hasil analisa bahaya berdasarkan pengamatan di lapangan, tahapan – tahapan yang termasuk CCP dalam pembuatan Hase So’on Daging Giling adalah produk Hase So’on Daging Giling itu sendiri, proses penerimaan, persiapan, pemasakan, pemorsian, dan pendistribusian. Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan indikator keamanan pangan dan proses yang sesuai dengan hygiene dan sanitasi yang baik.

B.    Saran
§  Harus memperhatikan segi hygienitas pada tiap proses produksi, mulai penerimaan hingga distribusi dan makanan dikonsumsi, misalnya dengan selalu mempergunakan sarung tangan saat menjamah makanan.
§  Dalam proses pemasakan sebaiknya diperhatikan waktu dan suhu yang sesuai dengan proses pemasakan untuk membantu mematikan bakteri yang mungkin tumbuh.
§  Perlu memperhatikan holding time untuk mengurangi risiko kontaminasi, dan pada waktu tunggu perlu menggunakan alat pemanas untuk menjaga keadaan makanan, agar suhu makanan tidak turun terlalu banyak.
§  Perlu adanya dukungan direksi untuk pemenuhan sarana dan prasarana pemeriksaan laboratorium guna pemeriksaan secara kimia dan mikrobiologi untuk mendukung penerapan HACCP.
§  Dilakukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai hygiene dan sanitasi makanan untuk mendukung keamanan pangan bagi pasien dan konsumen makanan RS.